Kejahatan
atau kriminalitas di kota-kota besar sudah menjadi permasalahan sosial yang
membuat semua warga yang tinggal atau menetap menjadi resah, karena tingkat
kriminalitas yang terus meningkat setiap tahunnya yang juga dapat terkena pada
siapa saja, kapan saja, dan dimana saja. Sebagai contoh kejahatan yang terjadi
di ibukota Jakarta, kejahatan yang banyak terjadi adalah kasus pencurian motor
dan kasus pencurian yang bersifat kekerasan. Berdasarkan operasi Sikat Jaya
yang dilaksanakan oleh Polda Metro Jaya pada bulan November 2009 di 14 wilayah,
telah diungkap 199 kasus yang terdiri dari 35 kasus pemerasan, 17 kasus
penjambretan, 24 kasus perjudian, 99 kasus pencurian, dan 24 kasus kejahatan
lain. Dengan data di atas ini dapat diperkirakan bahwa kriminalitas di kota
Jakarta tinggi, maka kepolisian harus lebih waspada dan meningkatkan penjagaan
agar semua warga yang menetap atau tinggal di Jakarta dapat hidup nyaman dan
tentram dengan rasa yang aman di lingkungannya.
A. Pengertian Kekerasan
Menurut Wikipedia
bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas. Kekerasan (Violence berasal
dari bahasa
Latin violentus yang berasal dari
kata vī atau vīs berarti kekuasaan atau berkuasa) adalah
dalam prinsip dasar dalam hukum publik
dan privat Romawi yang merupakan
sebuah ekspresi baik yang
dilakukan secara fisik ataupun secaraverbal yang mencerminkan pada
tindakan agresi dan penyerangan
pada kebebasan atau martabat seseorang yang dapat dilakukan oleh perorangan
atau sekelompok orang umumnya berkaitan dengan kewenangannya yakni bila
diterjemahkan secara bebas dapat diartinya bahwa semua kewenangan tanpa
mengindahkan keabsahan penggunaan atau tindakan kesewenang-wenangan itu dapat
pula dimasukan dalam rumusan kekerasan ini.
Sementara menurut
Sosiolog, Dr Imam B. Prasodjo dalam,http://bpsntbandung.com.
Melihat maraknya kekerasan akhir-akhir ini dipengaruhi oleh banyaknya orang
yang mengalami ketertindasan akibat krisis berkepanjangan. Aksi itu juga dipicu
oleh lemahnya kontrol sosial yang tidak diikuti dengan langkah penegakkan
hukum. Ini, kata Imam, ditanggapi secara keliru oleh para pelaku tindak
kejahatan. Kesan tersebut seolah message (tanda) yang diterjemahkan bahwa hal
yang terjadi akhir-akhir ini, lebih membolehkan untuk melakukan
tindakan-tindakan tersebut. Sementara itu pada saat kontrol sosial melemah,
juga terjadi demoralisasi pihak petugas yang mestinya menjaga keamanan. Aparat
yang harusnya menjaga keamanan, justru melakukan tindak pelanggaran. Masyarakat
pun kemudian melihat bahwa hukum telah jatuh. Pada saat yang sama masyarakat
belum atau tidak melihat adanya upaya yang berarti dari aparat keamanan sendiri
untuk mengembalikan citra yang telah jatuh tersebut.
Sosiolog
lain, Sardjono Djatiman dalam,http://bpsntbandung.com memperkirakan
masyarakat sudah tidak percaya lagi kepada hukum, sistem, dan aparatnya.
Ketidakpercayaan itu sudah terakumulasi sedemikian lama, karena ketidakadilan
telah menjadi tontonan masyarakat sehari-hari. Mereka yang selama ini diam,
tiba-tiba memberontak. Ketika negara yang mewakili masyarakat sudah tidak
dipercaya lagi, maka masyarakatlah yang akan mengambil alih kendali hukum.
Tentunya dengan cara mereka sendiri
B. Keragaman Jenis dan Definisi
Kekerasan
a. Kekerasan yang dilakukan perorangan
Perlakuan kekerasan dengan menggunakan fisik (kekerasan seksual), verbal
(termasuk menghina), psikologis (pelecehan), oleh seseorang dalam lingkup
lingkungannya.
b. Kekerasan yang dilakukan oleh negara atau
kelompok
Menurut Max Weber didefinisikan sebagai "monopoli, legitimasi untuk
melakukan kekerasan secara sah" yakni dengan alasan untuk melaksanakan
putusan pengadilan, menjaga ketertiban umum atau dalam keadaan perang yang
dapat berubah menjadi semacam perbuatanan terorisme yang dilakukan oleh negara
atau kelompok yang dapat menjadi salah satu bentuk kekerasan ekstrem (antara
lain, genosida, dll).
c. Tindakan kekerasan yang tercantum dalam
hukum publik
Yakni tindakan kekerasan yang diancam oleh hukum pidana (sosial, ekonomi atau
psikologis (skizofrenia, dll).
d. Kekerasan dalam politik
Umumnya pada setiap tindakan kekerasan tersebut dengan suatu klaim legitimasi
bahwa mereka dapat melakukannya dengan mengatas namakan suatu tujuan politik
(revolusi, perlawanan terhadap penindasan, hak untuk memberontak atau alasan
pembunuhan terhadap raja lalim walaupun tindakan kekerasan dapat dibenarkan
dalam teori hukum untuk pembelaan diri atau oleh doktrin hukum dalam kasus perlawanan
terhadap penindasan di bawah tirani dalam doktrin hak asasi manusia.
e. Kekerasan simbolik (Bourdieu, Theory of
symbolic power)
Merupakan
tindakan kekerasan yang tak terlihat atau kekerasan secara struktural dan
kultural (Johan Galtung, Cultural Violence) dalam beberapa kasus dapat pula
merupakan fenomena dalam penciptaan stigmatisasi.
Kekerasan antara lain dapat pula berupa
pelanggaran (penyiksaan,pemerkosaan, pemukulan, dll.) yang menyebabkan atau dimaksudkan untuk
menyebabkan penderitaan atau menyakiti orang lain, dan - hingga batas tertentu
- kepada binatang dan harta-benda. Istilah "kekerasan" juga
berkonotasi kecenderungan agresif untuk melakukan perilaku yang merusak.
Kekerasan
pada dasarnya tergolong ke dalam dua bentuk kekerasan sembarang, yang mencakup
kekerasan dalam skala kecil atau yang tidak terencanakan, dan kekerasan yang
terkoordinir, yang dilakukan oleh kelompok-kelompok baik yang diberi hak maupun
tidak seperti yang terjadi dalam perang (yakni kekerasan
antar-masyarakat) dan terorisme.
Sejak Revolusi Industri,
kedahsyatan peperangan modern telah kian meningkat hingga mencapai tingkat yang
membahayakan secara universal. Dari segi praktis, peperangan dalam skala
besar-besaran dianggap sebagai ancaman langsung terhadap harta benda dan
manusia, budaya, masyarakat, dan makhluk hidup lainnya di muka bumi.
Secara
khusus dalam hubungannya dengan peperangan,jurnalisme, karena
kemampuannya yang kian meningkat, telah berperan dalam membuat kekerasan yang
dulunya dianggap merupakan urusan militer menjadi masalah moral dan
menjadi urusan masyarakat pada umumnya.
Transkulturasi, karena teknologi moderen,
telah berperan dalam mengurangi relativisme moral yang biasanya berkaitan
dengannasionalisme, dan dalam
konteks yang umum ini, gerakan "antikekerasan" internasional telah
semakin dikenal dan diakui peranannya.
C. Faktor Penyebab Kriminalitas
1. Tingkat
pengangguran yang tinggi membuat orang-orang tidak dapat memenuhi kebutuhan
akan kehidupannya, sehingga sering kali orang tersebut mencari jalan pintas
agar dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Contohnya dengan mencuri, memeras,
bahkan membunuh. Ini hal yang harus diperhatikan oleh pemerintah, karena dengan
banyaknya pengangguran maka tingkat kriminalitas juga akan terus meningkat.
2. Kurangnya
lapangan pekerjaan membuat tingkat kriminal juga meningkat, karena dengan
kurangnya lapangan pekerjaan maka akan menciptakan pengangguran yang banyak.
Kurangnya lapangan pekerjaan harus lebih diperhatikan, dan lapangan pekerjaan
juga harus dapat mendukung para pekerja untuk dapat mencukupi kebutuhan
hidupnya.
3. Pemahaman
tentang keagamaan masih kurang diterapkan, karena dengan kurangnya pemahaman
maka sering kali orang-orang tidak kuat akan cobaan yang diberikan kepadanya.
Sehingga saat orang tersebut tidak dapat mencukupi ekonominya, maka orang
tersebut melakukan hal-hal yang tidak seharusnya dilakukan dan melanggar ajaran
agama.
4. Pergaulan
yang tidak sesuai dengan norma-norma kadang membuat perilaku orang tersebut
dapat melakukan tindakan kriminalitas, sehingga pendidikan tentang pergaulan
dilingkungan harus lebih diperhatikan agar tidak melakukan hal-hal yang tidak
sesuai atau tercela.
5. Kemiskinan
yang dialami oleh rakyat kecil kadang membuat mereka berfikir untuk melakukan
tindakan kriminalitas, karena orang-orang tersebut tidak dapat mencukupi
kebutuhannya. Dengan tingkat kemiskinan yang terus meningkat, maka akan semakin
banyak pula tindakan-tindakan kriminalitas yang meresahkan warga.
D. Dampak Dari Tindakan Kriminal
dan Kekerasan
Setiap
perbuatan pasti memiliki dampak dari perbuatannya. Termasuk juga dalam tindakan
kriminal dan kekerasan yang pasti akan berdampak negatif seperti :
1. Merugikan pihak lain baik material maupun
non material
2. Merugikan masyarakat secara keseluruhan
3. Merugikan Negara
4. Menggangu stabilitas keamanan masyarakat
5. Mangakibatkan trauma kepada para korban
E. Penanganan Kriminalitas Untuk Ke Depan
1. Pemerintah
harus lebih prihatin terhadap para pengangguran, dengan memberikan mereka
pekerjaan yang sesuai dengan keahlian dan kompentesinya. Dengan memberikan
mereka lapangan pekerjaan yang sesuai dengan keahliannya, maka tingkat
kriminalitas di kota-kota dapat teratasi dan mereka akan bersungguh-sungguh
karena itu pekerjaan yang sesuai dengan keahlian mereka.
2. Pemerintah
dan para pengusaha harus dapat menciptakan lapangan pekerjaan yang sesuai,
sehingga dapat menampung para pengangguran yang masih membutuhkan pekerjaan.
Dengan banyaknya lapangan pekerjaan yang diciptakan maka pengangguran akan
semakin berkurang dan tingkat kriminalitas dapat teratasi.
3. Pemahaman
akan keagamaan harus lebih diperhatikan oleh setiap orang, dengan tingkat
keagamaan yang baik maka orang tersebut dapat mengendalikan dirinya terhadap
cobaan yang diterima sehingga orang tersebut dapat hidup sesuai dengan ajaran
yang diajarkan di agamanya. Pendidikan agama memang sangat penting untuk
menjaga sikap hidup yang baik, dan dapat mengatasi diri terhadap hal-hal yang
menjurus kepada kriminalitas.
4. Setiap
orang harus menjaga diri dari pergaulan yang tidak baik, sehingga orang
tersebut dapat hidup teratur. Dengan pergaulan yang tidak baik kadang membuat
perilaku orang berubah, dan membuat mereka akan dianggap orang-orang yang suka
bertindak kriminal. Maka dalam bergaul, setiap orang harus dapat menentukan mana
pergaulan yang baik dan mana pergaulan yang akan membawa keburukan.
5. Besarnya
angka kemiskinan kadang berpengaruh dengan tingkat kriminalitas yang tinggi
pula, maka pemerintah harus dapat mengendalikan angka kemiskinan agar dapat
mengatasi angka kriminalitas. Dengan hidup dibawah taraf kecukupan, maka setiap
orang kadang berfikir untuk mengambil jalan pintas yang cepat untuk dapat
mencukupi kehidupannya. Jadi pemerintah harus tanggap terhadap permasalahan
kemiskinan yang terjadi, supaya tingkat kriminalitas dapat teratasi dengan
baik.
Jenis-Jenis Kriminalitas Remaja
Fakta membuktikan bahwa ada beberapa tindakan
kriminal yang paling sering
dilakukan oleh remaja. Fakta tersebut
diperkuat dengan adanya pemberitaan yang
sering disajikan oleh media massa dewasa ini.
Adapun beberapa tindakan kriminal
yang biasa dilakukan oleh remaja adalah
sebagai berikut:
1. Tawuran
Tawuran dapat dikatakan sebagai tindakan
kriminal jika dilihat dari segi hukum.
Sebab, beberapa dampak yang diakibatkan oleh
tawuran adalah penganiayaan,
perusakan, bahkan pembunuhan. Remaja paling
sering terlibat dalam tawuran antar
sekolah, kampung, dan antargeng. Umumnya,
remaja yang terlibat dalam tindakan
ini adalah remaja putra.
2. Pornografi
Seiring dengan perkembangan seksualitas,
remaja sangat rentan untuk jatuh ke
dalam pornografi. Pasalnya, mereka memiliki
dorongan seksual yang sangat tinggi
dan membutuhkan suatu pelampiasan. Maka,
tidak heran jika kita melihat banyak
sekali anak remaja masa kini yang mulai
melakukan tindakan pornografi.
3. Pornoaksi
Kenakalan remaja masa kini bisa dibilang
sudah keterlaluan. Seiring perkembangan
teknologi, banyak remaja merekam aktivitas
seksual mereka dan kemudian diunggah
di internet supaya dilihat oleh orang lain.
Menurut mereka, ada kenikmatan
tersendiri ketika mereka melakukan hal itu.
4. Asusila
Akhir-akhir ini, banyak media massa yang
memberitakan kasus pemerkosaan atau
pelecehan seksual lainnya, di mana pelakunya
adalah remaja. Hal ini menunjukkan
bahwa kriminalitas tingkat tinggi sudah mulai
dilakukan oleh remaja.
5. Narkoba
Berita tentang keterlibatan remaja dalam
penggunaan dan peredaran narkoba sudah
menjadi makanan kita sehari-hari. Dari berita
tersebut, kita dapat mengasumsikan
bahwa ada banyak remaja yang sudah jatuh ke
dalam penggunaan barang haram
tersebut. Ironisnya, saat ini narkoba bukan
merupakan barang langka. Kapan pun
dan di mana pun mereka menginginkannya,
mereka akan mendapatkannya.
6. Pencurian
Ketika seorang remaja merasa terdesak oleh
kebutuhannya (atau sekadar
keinginannya), sering kali mereka mulai
melakukan tindakan yang melanggar hukum.
Misalnya, mencuri sesuatu untuk membeli rokok
atau sabu-sabu.
Keenam tindakan kriminal di atas hanyalah
sedikit dari sekian banyak tindakan
kriminal yang sering dilakukan oleh remaja
masa kini. Masih banyak tindakan
kriminal lain yang sering dilakukan oleh
remaja. Dan, satu hal yang perlu kita
garis bawahi bahwa tindakan berdosa menurut
standar Alkitab belum tentu termasuk
tindakan kriminal menurut standar hukum
pemerintahan. Dengan kata lain, tindakan
remaja yang tidak dianggap melanggar hukum
negara, sesungguhnya melanggar hukum
Tuhan.
Kesenjangan sosial dipengaruhi oleh beberapa
faktor, antara lain:
1. Kemiskinan
Kemiskinan
adalah penyebab utama terjadinya kesenjangan sosial di masyarakat. Banyak orang
menganggap bahwa kemiskinan adalah suatu suratan takdir atau mereka mereka
miskin karena malas, tidak kreatif, dan tidak punya etos kerja. Inti kemiskinan
terletak pada kondisi yang disebut perangkap kemiskinan. Perangkap itu terdiri
dari :
a) Kemiskinan itu sendiri
b) Kelemahan fisik
c) Keterasingan atau kadar isolasi
d) Kerentaan
e) Ketidakberdayaan
2. Kurangnya
lapangan kerja
Lapangan
pekerjaan memiliki pengaruh yang sangat besar dalam perekonomian masyarakat,
sedangkan perekonomian menjadi faktor terjadinya kesenjangan sosial. Sempitnya
lapangan pekerjaan di Indonesia menjadikan pengangguran yang sangat besar di
Indonesia dan menyebabkan perekonomian masyarakat bawah semakin rapuh. Salah
satu karakteristik tenaga kerja di Indonesia adalah laju pertumbuhan tenaga
kerja lebih tinggi ketimbang laju pertumbuhan lapangan kerja. Berbeda dengan
negara-negara di Eropa dan Amerika, dimana lapangan pekerjaan masih berlebih.
Faktor-faktor penyebab pengangguran di Indonesia:
a. Kurangnya sumber daya manusia pencipta
lapangan kerja
b. Kelebihan penduduk/pencari kerja
c. Kurangnya jalinan komunikasi antara si
pencari kerja dengan pengusaha
d. Kurangnya pendidikan untuk pewirausaha
Kesenjangan
sosial semakin hari semakin memprihatinkan, khususnya di lingkungan
perkotaan. Memang benar jika dikatakan bahwa yang kaya semakin kaya dan
yang miskin semakin miskin. Hal ini jelas-jelas mencederai rasa keadilan serta
bertolak belakang dengan kebersamaan dan kesetaraan sosial. Akibat dari
semakin meningkatnya kesenjangan sosial adalah:
A.
Melemahnya wirausaha
Kesenjangan
sosial menjadi penghancur minat ingin memulai usaha, penghancur keinginan untuk
terus mempertahankan usaha, bahkan penghancur semangat untuk mengembangkan
usaha untuk lebih maju. Hali ini dikarenakan seorang wirausaha selalu di anggap
remeh.
B.
Terjadi kriminalitas
Banyak
rakyat miskin yang terpaksa menghalalkan segala cara untuk mendapatkan uang,
seperti mencopet, mencuri, judi, dll.
Upaya-upaya
yang harus dilakukan pemerintah untuk pemecahan masalah kesenjangan sosial yang
terjadi di Indonesia:
a. Menomorsatukan pendidikan
b. Menciptakan lapangan kerja dan meminimalis
Kemiskinan
c. Meminimalis KKN dan memberantas korupsi.
d. Meningkatkan system keadilan di Indonesia
serta melakukan pengawasan yang ketat terhadap mafia hukum.
B. Fator-Faktor
Kesenjangan Sosial
Kesenjangan sosial yang terjadi di Indonesia
diakibatkan beberapa hal yaitu :
a. Kemiskinan
a. Kemiskinan
Menurut Lewis (1983), budaya kemiskinan dapat
terwujud dalam berbagai konteks sejarah, namun lebih cendrung untuk tumbuh dan
berkembang di dalam masyarakat yang memiliki seperangkat kondisi:
(1) Sistem
ekonomi uang, buruh upah dan sistem produksi untuk keuntungan
(2) tetap
tingginya tingkat pengangguran dan setengah pengangguran bagi
tenaga tak terampil
(3) rendahnya upah
buruh
(4) tidak berhasilnya
golongan berpenghasilan rendah meningkatkan organisiasi sosial, ekonomi dan
politiknya secara sukarela maupun atas prakarsa pemerintah
(5) sistem keluarga
bilateral lebih menonjol daripada sistem unilateral, dan
(6) kuatnya seperangkat
nilai-nilai pada kelas yang berkuasa yang menekankan penumpukan harta kekayaan
dan adanya kemungkinan mobilitas vertical, dan sikap hemat, serta adanya
anggapan bahwa rendahnya status ekonomi sebagai hasil ketidaksanggupan pribadi
atau memang pada dasarnya sudah rendah kedudukannya.
Budaya kemiskinan bukanlah hanya merupakan
adaptasi terhadap seperangkat syarat-syarat obyektif dari masyarakat yang lebih
luas, sekali budaya tersebut sudah tumbuh, ia cendrung melanggengkan dirinya
dari generasi ke generasi melaui pengaruhnya terhadap anak-anak. Budaya
kemiskinan cendrung berkembang bila sistem-sistem ekonomi dan sosial yang
berlapis-lapis rusak atau berganti, Budaya kemiskinan juga merupakan akibat
penjajahan yakni struktur ekonomi dan sosial pribumi didobrak, sedangkan status
golongan pribumi tetap dipertahankan rendah, juga dapat tumbuh dalam proses
penghapusan suku. Budaya kemiskinan cendrung dimiliki oleh masyarakat serta
sosial yang lebih rendah, masyarakat terasing, dan warga korban yang berasal
dari buruh tani yang tidak memiliki tanah.
Menurut Parker Seymour dan Robert J. Kleiner
(1983) formulasi kebudayaan kemiskinan mencakup pengertian bahwa semua orang
yang terlibat dalam situasi tersebut memiliki aspirasi-aspirasi yang rendah
sebagai salah satu bentuk adaptasi yang realistis.
Beberapa ciri kebudayaan kemiskinan adalah :
(1) fatalisme,
(2) rendahnya tingkat aspirasi,
(3) rendahnya kemauan mengejar sasaran,
(4) kurang melihat kemajuan pribadi ,
(5) perasaan ketidak berdayaan/ketidakmampuan,
(6) Perasaan untuk selalu gagal,
(7) Perasaan menilai diri sendiri negatif,
(8) Pilihan sebagai posisi pekerja kasar, dan
(9) Tingkat kompromis yang menyedihkan.
(2) rendahnya tingkat aspirasi,
(3) rendahnya kemauan mengejar sasaran,
(4) kurang melihat kemajuan pribadi ,
(5) perasaan ketidak berdayaan/ketidakmampuan,
(6) Perasaan untuk selalu gagal,
(7) Perasaan menilai diri sendiri negatif,
(8) Pilihan sebagai posisi pekerja kasar, dan
(9) Tingkat kompromis yang menyedihkan.
Berkaitan dengan budaya sebagai fungsi
adaptasi, maka suatu usaha yang
sungguh-sungguh untuk mengubah nilai-nilai
yang tidak diinginkan ini menuju ke arah yang sesuai dengan nilai-nilai
golongan kelas menengah, dengan menggunakan metode-metode psikiater
kesejahteraan sosial-pendidikan tanpa lebih dahulu (ataupun secara bersamaan)
berusaha untuk secara berarti mengubah kenyataan kenyataan struktur sosial
(pendapatan, pekerjaan, perumahan, dan pola-pola kebudayaan membatasi lingkup
partisipasi sosial dan peyaluran kekuatan sosial) akan cendrung gagal. Budaya
kemiskinan bukannya berasal dari kebodohan, melainkan justru berfungsi bagi
penyesuaian diri.
Kemiskinan struktural menurut Selo Sumarjan (1980) adalah kemiskinan yang diderita oleh suatu golongan masyarakat karena struktur sosial masyarakat itu tidak dapat ikut menggunakan sumber pendapatan yang sebenarnya tersedia bagi mereka. Kemiskinan strukturl adalah suasana kemiskinan yang dialami oleh suatu masyarakat yang penyebab utamanya bersumber pada struktur sosial, dan oleh karena itu dapat dicari pada struktur sosial yang berlaku dalam masyarakat itu sendiri.
Kemiskinan struktural menurut Selo Sumarjan (1980) adalah kemiskinan yang diderita oleh suatu golongan masyarakat karena struktur sosial masyarakat itu tidak dapat ikut menggunakan sumber pendapatan yang sebenarnya tersedia bagi mereka. Kemiskinan strukturl adalah suasana kemiskinan yang dialami oleh suatu masyarakat yang penyebab utamanya bersumber pada struktur sosial, dan oleh karena itu dapat dicari pada struktur sosial yang berlaku dalam masyarakat itu sendiri.
b. Lapangan Pekerjaan
Lapangan pekerjaan memiliki pengaruh yang
sangat besar dalam perekonomian masyarakat, sedangan perekonomian menjadi
fartor terjadinya kesenjangan sosial. Sempitnya lapangan pekerjaan di Indonesia
menjadikan pengangguran yang sangat besar di Indonesia dan merupakan pekerjaan
bagi pemerintah saat ini.
JAKARTA- Kesenjangan sosial antara golongan
kaya dan miskin menimbulkan persoalan di masyarakat. Sehingga tidak heran angka
kriminalitas meningkat lantaran beratnya beban hidup yang ditanggung.
Untuk menekan angka kemiskinan, Yayasan Mizan Amanah menggulirkan program yang bersifat pemberdayaan yaitu program “dhuafa bangkit”.
“Melalui program dhuafa bangkit kami mengajak untuk bersinergi meningkatkan empati untuk sesama. Program ini sebagai salah satu formula menstimulan para dhuafa,” kata Direktur Yayasan Mizan Amanah Andrianto dalam keterangannya, Sabtu (29/6/2013).
Program ini diawali dari pelurusan kembali pola pikir, pemberian keilmuan, bimbingan, dan pemberian modal bergulir kepada kaum dhuafa. Tujuannya agar para dhuafa dapat hidup mandiri, sejahtera, bahkan bisa membantu saudara dhuafa lainnya,
Menurutnya, program pemberdayaan “dhuafa bangkit” tahun ini sudah masuk pada angkatan ke-2 dengan menjaring lebih dari 100 orang calon peserta yang sudah siap untuk mengikuti pelatihan entrepreuner. "Pelatihan ini sangat berguna dan membangkitkan para dhuafa. Agar mereka bisa hidup mandiri dan sejahtera,” sambungnya.
Program ini kata dia sebagai salah satu formula menstimulan para dhuafa. Dimulai dari pelurusan kembali pola pikir, pemberian keilmuan, bimbingan, dan pemberian modal bergulir, dikelola secara sistemik yang dipandu oleh para praktisi dibidangnya. "Pada akhirnya para dhuafa dapat hidup mandiri, sejahtera, bahkan bisa membantu saudara dhuafa lainnya,” pungkasnya.
(ugo)
Untuk menekan angka kemiskinan, Yayasan Mizan Amanah menggulirkan program yang bersifat pemberdayaan yaitu program “dhuafa bangkit”.
“Melalui program dhuafa bangkit kami mengajak untuk bersinergi meningkatkan empati untuk sesama. Program ini sebagai salah satu formula menstimulan para dhuafa,” kata Direktur Yayasan Mizan Amanah Andrianto dalam keterangannya, Sabtu (29/6/2013).
Program ini diawali dari pelurusan kembali pola pikir, pemberian keilmuan, bimbingan, dan pemberian modal bergulir kepada kaum dhuafa. Tujuannya agar para dhuafa dapat hidup mandiri, sejahtera, bahkan bisa membantu saudara dhuafa lainnya,
Menurutnya, program pemberdayaan “dhuafa bangkit” tahun ini sudah masuk pada angkatan ke-2 dengan menjaring lebih dari 100 orang calon peserta yang sudah siap untuk mengikuti pelatihan entrepreuner. "Pelatihan ini sangat berguna dan membangkitkan para dhuafa. Agar mereka bisa hidup mandiri dan sejahtera,” sambungnya.
Program ini kata dia sebagai salah satu formula menstimulan para dhuafa. Dimulai dari pelurusan kembali pola pikir, pemberian keilmuan, bimbingan, dan pemberian modal bergulir, dikelola secara sistemik yang dipandu oleh para praktisi dibidangnya. "Pada akhirnya para dhuafa dapat hidup mandiri, sejahtera, bahkan bisa membantu saudara dhuafa lainnya,” pungkasnya.
(ugo)
Jika ditinjau secara teoritik, ada banyak
faktor penyebab terhadap tumbuh dan/atau berkembangnya suatu masalah sosial.
Secara umum, faktor penyebab itu meliputi
faktor struktural, yaitu pola-pola hubungan antar-individu dalam kehidupan
komunitas; dan faktor kultural, yaitu nilai-nilai yang tumbuh dan/atau
berkembang dalam kehidupan komunitas.
Adanya perubahan atas kedua faktor itulah,
yang selama ini diteorikan sebagai faktor penyebab utama munculnya suatu
masalah sosial. Logika teoritisnya adalah: ketika terjadi perubahan pola–pola
hubungan sosial dan/atau perubahan nilai -nilai sosial, m aka sebagian anggota
komunitas akan ada yang sangat siap, cukup siap dan bahkan sama sekali tidak
siap dalam menerima perubahan itu.
Kesiapan dan/atau ketidaksiapan itulah yang
kemudian menyebabkan perbedaan mereka dalam melakukan adaptasi dengan
lingkungan sosialnya. Jika mereka yang tidak siap menerima perubahan itu justru
sebagian besar (mayoritas) anggota komunitas, maka muncullah masalah sosial
itu. Kata kuncinya dalam konteks ini adalah adaptasi sosial yang dilakukan
individu.
Masalah sosial muncul akibat terjadinya
perbedaan yang mencolok antara nilai dalam masyarakat dengan realita yang ada.
Yang dapat menjadi sumber masalah sosial yaitu seperti proses sosial dan
bencana alam. Adanya masalah sosial dalam masyarakat ditetapkan oleh lembaga
yang memiliki kewenangan khusus seperti tokoh masyarakat, pemerintah,
organisasi sosial, musyawarah masyarakat, dan lain sebagainya. sosial dapat
dikategorikan menjadi 4 (empat) jenis faktor, yakni antara lain :
1. Faktor Ekonomi : Kemiskinan, pengangguran,
dll.
2. Faktor Budaya : Perceraian, kenakalan
remaja, dll.
3. Faktor Biologis : Penyakit menular,
keracunan makanan, dsb.
4. Faktor Psikologis : penyakit syaraf,
aliran sesat, dsb.
Akibat dari adanya suatu masalah sosial
Jika dicermati secara teoritis dan empiris, berbagai implikasi akan dengan
sendirinya muncul sebagai akibat dari adanya suatu masalah sosial dalam suatu
komunitas.
1.Akan terjadi konflik dalam komunitas, baik
konflik yang menyangkut struktur mau pun kultur atau konflik antara das sein
dan das sollen.
2.Akan menyebabkan terjadinya perubahan
sosial dalam komunitas, baik perubahan yang menyangkut sistem, struktur maupun
kultur itu sendiri.
3.Akan menyebabkan terjadinya polarisasi
sosial di mana masing-masing komponen dalam komunitas saling terpisah satu sama
lain.
4.Akan menyebabkan terjadinya disintegrasi
sosial di mana masing -masing komponen dalam komunitas mengalami disfungsi.
5.Akan menyebabkan munculnya kasus -kasus
lain sebagai akibat dari adanya kesenjangan antara cultural goals dan
institutionalized means sebagaimana telah dikemukakan di muka. Untuk mencari
bagaimana solusi terbaiknya dalam mengatasi suatu masalah sosial yang tumbuh
dan/atau berkembang dalam suatu komunitas memang t idaklah mudah, karena apa
pun solusi itu semuanya akan tetap tergantung pada apa akar penyebabnya.
Ditinjau secara metodologis, untuk mencari
apa akar penyebab dari suatu masalah sosial biasanya dengan melakukan
penelitian secara empiris, baik dalam skala mikro maupun makro.
Penelitian secara mikro misalnya, dilakukan
dengan cara melakukan suatu studi kasus. Sedangkan penelitian secara makro,
dilakukan dengan cara melakukan survai terhadap suatu masalah sosial. Namun,
apa pun skala penelitian yang di -lakukan, semuanya itu akan berupaya untuk
menemukan apa akar penyebab dari suatu masalah sosial.
Berbagai kegagalan atau setidak-tidaknya
disebut sebagai kurang efektifnya dalam mengatasi suatu masalah sosial biasanya
dikarenakan kurangnya pemahaman secara empiris tentang dinamika perkembangan
suatu komunitas.
referensi :
http://leniuntari.blogspot.com/2013/03/masalah-sosial-remaja-latar-belakang_12.html
No comments:
Post a Comment