Fungsi Tempat Suci
Pura sebagai tempat suci umat Hindu, secara umum dapat difungsikan sebagai
sarana memuja Ida Sang Hyang Widhi Wasa beserta manifestasi-Nya, dan juga
sebagai tempat untuk memuja roh suci leluhur dengan berbagai macam
tingkatannya.
Sedangkan secara khusus, Pura sebagai tempat suci yang dapat difungsikan
sebagai sarana untuk meningkatkan kualitas umat manusia, baik sebagai makhluk
individu, maupun sebagai makhluk sosial. Tempat suci merupakan salah satu
sarana yang potensial bagi setiap individu umat manusia untuk menggetarkan
kekuatan Sang Hyang Atma agar dapat menguasai unsur – unsur diri manusia yang
lainnya. Tempat suci yang suci adalah suatu areal yang memiliki unsur – unsur
kesucian serta dapat menggetarkan kesucian Sang Hyang Atma yang bersemayam di
dalam Padmahrdaya setiap
individu. Tempat suci sebagai sarana untuk membangkitkan kekuatan Sang Hyang Atma
agar getaran kesucian dari Sang Hyang Parama Atma dapat diterima oleh setiap
orang yang mampu menyucikan dirinya.
Di samping berfungsi sebagai sarana untuk meningkatkan kualitas kesucian umat
manusia secara individu, Pura juga dapat difungsikan sebagai sarana untuk
meningkatkan kualitas kesucian umat manusia sebagai makhluk sosial. Tempat suci
berfungsi sebagai sadhana untuk meningkatkan berbagai macam ketrampilan umat
manusia. Tempat suci bagi umat Hindu merupakan sarana, guna melangsungkan berbagai
macam upacara keagamaan seperti piodalan. Tempat suci selain digunakan sebagai
tempat piodalan, juga digunakan sebagai tempat pelaksanaan upacara keagamaan
yang lainnya, seperti hari raya Galungan, Kuningan, Siwaratri, Pagerwesi,
Saraswati dan yang lainnya
Makna
tempat suci
Tempat suci Hindu adalah
suatu tempat maupun bangunan yang dikeramatkan oleh umat Hindu atau tepat persembahyangan bagi umat Hindu
untuk memuja Brahman beserta aspek-aspeknya. Di Tanah Hindu, banyak kuil yang didedikasikan untuk Dewa-Dewi
Hindu, beserta
inkarnasinya ke dunia (awatara), seperti misalnya Rama dan Kresna. Di India setiap kuil menitikberatkan pemujaannya
terhadap Dewa-Dewi tertentu, termasuk memuja Bhatara Rama dan Bhatara Kresna sebagai utusan Tuhan untuk melindungi umat
manusia.
Pelestarian Tempat Suci
Berbagai macam bentuk dan jenis tempat suci yang diwariskan oleh para leluhur
kita, perlu dilestarikan keberadaannya, karena di dalamnya terdapat berbagai
macam kekuatan alam yang dapat mengantarkan kita menikmati keselamatan dan
kebahagiaan dalam hidup ini.
Ajaran agama Hindu yang tertulis dalam kitab suci weda, menjelaskan bahwa
berbhakti kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa dan roh suci leluhur dipandang
kurang sempurna jika dilakukan dengan berdoa atau sujud bhakti. Rasa bersyukur
atas anugrah yang dilimpahkan kepada kita sekalian menjadi sempurna bila sujud bhakti
yang kita persembahkan dilengkapi dengan upakara (sesaji dan tempat suci).
Persembahan yang demikian adalah sebagai yadnya yang sempurna.
Tempat suci sebagai simbol alam
semesta beserta isinya, menurut ajaran agama Hindu dapat difungsikan sebagai sthana
Tuhan Yang Maha Esa beserta prabhawa-Nya dan roh suci para leluhur, hendaknya
dipelihara atau dilestarikan keberadaannya sehingga tetap menjadi suci. Ada
beberapa cara yang dapat dilakukan untuk melestarikan tempat suci yaitu dengan
melaksanakan panca yadnya (Dewa yadnya, Bhuta yadnya, Rsi yadnya, Manusa
yadnya, dan Pitra yadnya). Salah satu contoh pelaksanaan Dewa yadnya adalah
membangun tempat suci, memelihara kebersihannya dan sebagainya. Kemudian salah
satu contoh nyata pelaksanaan Bhuta yadna dalam kegiatan sehari – hari adalah
memelihara lingkungan agar tetap lestari, bersih, aman, dan damai.
Agar upaya – upaya untuk
melestarikan keberadaan tempat suci dapat tercapai dengan baik, terutama
memelihara kesucian dan kesakralannya maka perlu ada Bisama yang harus
dipedomani, diketahui, dipahami, dan dilaksanakan oleh setiap umat antara lain
:
1) Tidak masuk tempat
suci dalam keadaan kotor, cuntaka atau leteh, baik yang disebabkan oleh diri
sendiri maupun oleh orang lain, dan lingkungan di mana kita berada.
2) Tidak masuk tempat
suci dalam keadaan pikiran, perkataan, prilaku yang dikuasai oleh amarah atau
brahmatya.
3) Tidak bercumbu rayu
di tempat suci.
4) Tidak membawa barang
– barang, tumbuh – tumbuhan, dan binatang yang belum disucikan oleh yang
berwenang untuk memasuki tempat suci.
5) Melarang dan
menghindari binatang masuk tempat suci.
6) Menghindari aktivitas
hidup dan kehidupan yang dapat mencemari kesucian tempat suci.
Seluruh aktivitas umat manusia yang
baik berdasarkan petunjuk ajaran agama dapat memberikan manfaat untuk
terciptanya kesucian dan kesakralan dari tempat suci. Manusia memiliki
kewajiban untuk mewujudkan hal itu oleh karena hanya dia yang dapat membedakan
antara yang baik dan yang buruk.
Tempat suci biasanya dibangun pada
bagian hulu atau luhan dari tempat pemukiman para krama atau umat. Hal ini
melambangkan sebagai kepala atau sumber pemikiran dari para krama atau umat
yang menjadi pengemponnya. Bila kepala dari pengemponnya dalam keadaan indah,
bersih, dan sehat, maka pada jiwa raga dari para pengempon yang bersangkutan
dapat terwujud kedamaian. Kedamaian yang menjadi idaman setiap umat bersumber
pada setiap pribadi dari umat yang bersangkutan.
Demikianlah keberadaan tempat suci
bagi umat sedharma dalam hidup dan kehidupan ini. Untuk dapat berfungsi
sebagaimana yang kita harapkan adalah menjadi kewajiban umat untuk semata,
memberdayakan dan melestarikannya.
No comments:
Post a Comment