Search This Blog

Tuesday, 3 March 2015

Serangan Umum 1 Maret 1949




Serangan Umum 1 Maret 1949 dilancarkan oleh pasukan RI untuk merebut kembali Yogyakarta (Ibu kota Republik Indonesia) yang dikuasai oleh Belanda sejak agresi militer kedua. Beberapa waktu sebelum serangan umum dilancarkan, Letkol Soeharto sebagai komandan Brigade 10 melakukan komunikasi dan koordinasi dengan penggagasnya, yaitu Sri Sultan Hamengkubuwono IX (Kepala Daerah Istimewa Yogyakarta). Untuk mempermudah koordinasi penyerangan, wilayah penyerangan dibagi atas 5 sektor, yaitu:
sektor barat, dipimpin oleh Letkol Vence Sumual,, sektor selatan, dipimpin oleh Mayor Sarjono, sektor utara, dipimpin oleh Mayor Kusno, sektor kota, dipimpin oleh Letnan Amir Murtono dan Letnan Marsudi, dan sektor barat, di bawah pimpinan Letkol Soeharto (sampai perbatasan Malioboro).
Monumen Serangan Umum 1 Maret 1949
Yang dijadikan patokan sebagai tanda mulainya serangan umum adalah bunyi sirene pukul 06.00 pagi yang biasa dibunyikan di kota Yogyakarta waktu itu. Pasukan Belanda tidak menduga akan ada serangan, sehingga dalam waktu yang relatif singkat pasukan TNI berhasil memukul mundur semua posisi pasukan Belanda dan memaksa mereka bertahan dalam markasnya di dalam kota Yogyakarta. Pasukan TNI berhasil menduduki kota Yogyakarta selama enam jam, sesuai dengan rencana semula, sekitar pukul 12.00. TNI mulai mundur keluar kota sebelum pasukan bantuan Belanda tiba. Berita serangan ini disiarkan keluar melalui pemancar radio di Wonosari. Waktu Belanda melancarkan serangan balasan, pemancar radio tersebut menjadi sasaran utama. Peristiwa pertempuran serangan umum 1 Maret 1949 ini juga dilaporkan oleh R. Sumardi ke pemerintah PDRI di Bukittinggi melalui radiogram. Berita ini kemudian disampaikan kepada Maramis (diplomat RI di New York).
Serangan umum 1 Maret mempunyai arti penting, baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Serangan umum 1 Maret mencapai tujuannya, yaitu sebagai berikut.
Ke dalam:
mendukung perjuangan diplomasi;
meninggikan semangat rakyat dan TNI yang sedang bergerilya; dan
secara tidak langsung telah mempengaruhi sikap para pemimpin negara federal bentukan Belanda (seperti negara Pasundan, negara Sumatra Timur dan negara Indonesia Timur) yang tergabung dalam Bijeenkomst Federal Voor Overleg (BFO).
Ke luar:
menunjukkan kepada dunia internasional bahwa TNI masih ada dan mampu mengadakan serangan;
mematahkan moral pasukan Belanda.

No comments:

Post a Comment