A. Hubungan
manusia dengan lingkungannya
Para ahli
psikologi di Amerika pada umumnya cenderung untuk lebih mementingkan peranan
faktor lingkungan (lihat antara lain Kamin, 1981) dari pada faktor keturunan,
dikarenakan budaya Amerika yang sangat mengagungkan persamaan hak individual,
termasuk persamaan hak untuk tumbuh dan berkembang yang hanya mungkin terjadi
bila faktor keturunan tidak memberikan batasannya. Charles Crawford (dalam
Rathus, 1986) mengatakan bahwa konflik faktor keturunan, faktor lingkungan dan
intelegensi telah berkembang keluar batas fikiran sehat dan penyebabnya adalah
konflik antara nilai dasar Amerika dengan temuan-temuan ilmiah. Kasus
kontroversial Jensen merupakan salah satu bukti akan masalah tersebut.[1]
Maka dari
itu, Allah telah menjelaskan kepada kita dalam Al Qur’an bahwa faktor keturunan
dan lingkungan mempunyai pengaruh yang sangat dalam pada kejadian manusia.
Tetapi disana ada kemauan manusia yang dapat mengalahkan keturunan dan
lingkungan tersebut dengan pertolongan Allah. Akan tetapi para sarjana banyak
melalaikan faktor ‘inayah (pertolongan) Allah.
1. Faktor
keturunan
Al Qur’an
berbicara kepada kita tentang pengaruh keturunan dalam proses kejadian manusia
dan Al Qur’an memperlihatkan juga kepentingan ini. Al Qur’an mengisahkan
bagaimana Allah mengutamakan keluarga Ibrahim dari sekalian alam sebagai hasil
dari keturunan yang soleh yang terus turun kepada generasi berikutnya. Al
Qur’an mengisyaratkan kepada kita baik secara implisit maupun eksplisit tentang
keharusan berhati-hati dan cermat memilih istri dan suami. Tetapi dalam waktu
bersamaan, Al Qur’an menyuruh kita memeperhatikan bagaimana faktor-faktor
keturunan seringkali berlainan dan kadang-kadang kehilangan pengaruhnya.[2]
2. Faktor
lingkungan
Allah
memberitahukan kepada kita bahwa lingkungan juga mempunyai pengaruh yang sangat
dalam. Pengaruh lingkungan yang baik sangat jelas pengaruhnya pada proses
pertumbuhan seorang manusia di mana Allah menyiapkan dari keluarga yang soleh
dan mulia.[3] Maka terbentuklah kepribadian seorang yang soleh dan mulia juga.
Pengaruh
lingkungan terhadap individu sebenarnya telah diawali sejak terjadinya
pembuahan. Sejak pembuahan sampai saat kelahiran, lingkungan telah mempengaruhi
calon bayi lewat ibunya. Misalnya defisiensi kalsium dalam aliran darah sang
ibu dapat menyebabkan abnormalitas tulang bayi.
Setelah
kelahiran, pengaruh faktor lingkungan terhadap individu semakin penting dan
besar. Proses yang paling berpengaruh setelah masa ini adalah proses belajar
(learning) yang menyebabkan perbedaan perilaku individu satu dengan yang
lainnya. Apa yang dipelajari dan diajarkan pada seseorang akan sangat
menentukan apa dan bagaimana reaksi individu terhadap stimulus yang
dihadapinya. Sikap, perilaku, reaksi emosional dan semacamnya merupakan atribut
yang dipelajari dari lingkungan. Seorang anak yang diasuh dalam keluarga yang
terbiasa menjerit-jerit bila memanggil dan menjerit-jerit pula bila memarahi,
akan tumbuh menjadi anak yang berbicara keras dan kasar. Seorang anak yang
selalu ditakut-takuti pada dokter akan menyimpan konsep dokter sebagai ancaman,
bukan sebagai penolong.
Lewat
proses belajar, pengaruh budaya secara tidak lagsung juga mempengaruhi
individu. Standar dan norma sosial yang berlaku pada suatu kelompok budaya
tempat individu berada akan menentukan apa yang benar dan apa yang salah, apa
yang dianggap baik dan apa yang dianggap buruk. Norma itulah yang akan menjadi
acuan individu dalam berfikir dan berperilaku. Anak yang kerap menonton film
kekerasan, apalagi kekerasan itu dilakukan oleh tokoh yang dijagokannya, akan
meletakkan kekerasan ke dalam konsepnya mengenai hal yang baik dan dapat
diterima, dan kelak pada gilirannya ia akan mampu melakukan kekerasan pada
orang lain tanpa rasa bersalah. Bukankah norma kita terhadap cara berpakaian
sudah jauh lebih longgar dari pada sepuluh tahun yang lalu adalah akibat
seringnya kita disuguhi cara berpakaian terbuka aurat oleh film dan oleh orang
terkenal di masyarakat seperti para penyanyi di televisi.
Demikianlah
pengaruh faktor warisan yang dibawa individu sejak dalam kandungan dan pengaruh
lingkungan tempat dia berada dan dibesarkan akan bersama-sama membentuk sifat
dan karakter dalam diri manusia sehingga individu yang satu tidak persis sama
dengan individu yang lainnya. Besarnya peranan masing-masing determinan
tersebut tidaklah sama dalam membentuk perbedaan bagi berbagai sifat A,
misalnya, mungkin faktor keturunan lebih berperanan sedangkan bagi pembentukan
sifat B faktor lingkunganlah yang lebih menentukan.[4]
B. Peranan
manusia dalam hubungannya dengan lingkungan
Manusia
dapat berhubungan dengan lingkungannya adalah dengan melakukan aktivitas[5]. Dalam psikologi, aktivitas adalah sebuah
konsep yang mengandung arti fungsi individu dalam interaksinya dengan
sekitarnya. Aktivitas psikis adalah hubungan khusus dari benda hidup dengan
lingkungan. Ia menengahi, mengatur dan mengontrol hubungan-hubungan antara
organisme dan lingkungan. Aktivitas psikis didorong oleh kebutuhan yang
diarahkan pada obyek yang dapat memenuhi kebutuhan ini, dan dipengaruhi oleh
sistem tindakan-tindakan.
Aktivitas
psikis manusia mempunyai suatu ciri atau corak sosial dan ditentukan oleh
kondisi-kondisi kehidupan sosial. Aktivitas psikis manusia bisa eksternal dan
internal.
Aktivitas
psikis eksternal terdiri dari operasi-operasi yang spesifik manusia dengan
obyek-obyek yang ada yang dipengaruhi oleh lengan, tangan, jari-jari dan kaki.
Aktivitas psikis internalberlangsung
dalam pikiran, dengan menggunakan “tindakan-tindakan mental” di mana manusia
beroprasi bukan dengan obyek-obyek yang ada dan bukan melalui gerakan-gerakan
fisis, melainkan dengan gambaran-gambaran dinamisnya. Aktivitas internal
merencanakan aktivitas eksternal. Ia timbul atas dasar aktivitas eksternal, dan
merealisasikan dirinya melalui aktivitas eksternal.
Pembagian
kerja menyebabkan pembendaan antara bentuk-bentuk teoritis dan praktis
aktivitas manusia. Sesuai dengan tingkatan kebutuhan manusia dan kebutuhan
masyarakat, akan timbul juga tingkatan jenis-jenis konkret aktivitas, yang
masing-masing biasanya menganut unsur-unsur aktivitas eksternal dan internal,
praktis dan teoritis.[6]
C. Metode-metode
penelitian hubungan manusia dengan lingkungannya
Metode
pendekatan yang digunakan dalam mempelajari pengaruh faktor herediter dan
faktor lingkungan terhadap individu menghendaki agar pengaruh faktor herediter
dan faktor lingkungan dapat dikendalikan secara sistematik. Jadi penelitian
dilakukan dengan mngendalikan pengaruh faktor bawaan dan membiarkan faktor
lingkungan bervariasi atau dengan mengendalikan faktor lingkungan dan
membiarkan faktor bawaan bervariasi (Komorita, dkk., 1967).
1. Hereditas terkendali dan lingkungan bervariasi
Penelitian
dengan menggunakan kembar identik merupakan contoh situasi di mana hereditas
dikendalikan karena anak kembar identik berasal dari pembuahan ovum tunggal dan
memiliki rangkaian gen yang identik (disebut kembar monozigotic atau
kembar MZ). Jadi, dari sudut faktor bawaan, anak kembar identik adalah sama.
Dengan melihat perbedaan sifat dan perilaku mereka setelah berada dalam
lingkungan untuk jangka waktu tertentu akan dapat terlihat apa yang dilakukan
oleh lingkungan terhadap mereka, misalnya dengan cara membandingkan pasangan
kembar identik yang dibesarkan terpisah dengan pasangan yang dibesarkan
bersama. Namun hendaknya diingat bahwa dalam studi yang menggunakan kembar
identik kita tidak bisa menjadikan lingkungan bervariasi secara sistematik.
2. Lingkungan terkendali dan hereditas bervariasi
Untuk
menempatkan manusia dalam suatu lingkungan yang benar-benar terkendali, dapat
dikatakan mustahil untuk dilakukan. Walaupun dapat dilakukan pengendalian
terhadap lingkungan akan tetapi dua lingkungan hanya akan tampak sama secara
fisik sedangkan bagi individu di dalamnya akan terasa berbeda secara psikologis
dan karenanya dapat menimbulkan efek yang berbeda pula. Itulah sebabnya
penelitian yang menghendaki pengendalian lingkungan banyak dilakukan lewat
penggunaan hewan sebagai subyeknya dikarenakan hewan lebih dapat dicegah dari
pengaruh faktor-faktor luar yang tidak dikehendaki. Apalagi kalau diperlukan
penyilangan keturunan maka pada hewan akan mudah dilakukan sedangkan pada
manusia pasti tidak akan mungkin.
3. Studi kemiripan dalam keluarga
Metode
ini mempelajari kemiripan yang terjadi antara anak-orangtua, antara anak dengan
saudara sekandung, antar kembar framental (yang berasal dari dua sel telur dan
disebut juga kembar dizygotic atau kembar DZ), dan antar kembar identik. Dengan cara mempelajari
kemiripan dalam keluarga seakan-akan peneliti berada dalam situasi hereditas
yang bervariasi dan lingkungan yang terkendali. Bila hereditas memang memiliki
pengaruh signifikan terhadap individu dan pengaruh lingkungan terkontrol maka
mereka yang memiliki hubungan kekeluargaan dekat tentu akan lebih mirip satu
sama lain. Sebagai contoh, anak kembar identik akan lebih mirip satu sama lain
dibandingkan dua anak bersaudara sekandung. Adik dan kakak akan lebih mirip
dari pada anak dan keponakan.
4. Studi sejarah keluarga
Studi
mengenai sejarah keluarga memanfaatkan informasi mengenai garis keturunan dan
keluarga dari beberapa informasi mengenai garis keturunan dan keluarga dari
beberapa generasi. Dengan mempelajari garis keturunan suatu keluarga, seorang
peneliti seakan berada dalam situasi yang menyerupai eksperimen pembiakan
selektif (selective breeding). Memang dalam kondisi ini faktor
lingkungan tidak sepenuhnya terkendali dan faktor herediter tidak dapat dibuat
bervariasi secara sistematik, akan tetapi kondisi inilah yang paling mendekati
situasi pembiakan selektif yang dapat dilakukan pada manusia. Studi sejarah
keluarga dapat menunjukkan adanya bukti-bukti akan efek faktor keturunan
sekalipun tidak mustahil pula menghasilkan bukti adanya pengaruh faktor
lingkungan.
Eysenck
(1981) mengatakan bahwa tidaklah benar untuk menganggap hanya satu cara saja
yang dapat dipergunakan dalam penelitian mengenai pengaruh faktor lingkungan
dan faktor bawaan dikarenakan metode-metode tersebut bersifat saling melengkapi
dari berbagai sudut pandang permasalahannya.[7]
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari
pembahasan di atas maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Hubungan
manusia dengan lingkungan mempunyai dua faktor yang saling melengkapi dan tidak
dapat dipilah-pilah faktor mana yang lebih berpengaruh terhadap manusia, yaitu
faktor bawaan dan faktor lingkungan.
2. Manusia
dapat berhubungan dengan lingkungannya adalah dengan melakukan aktivitas.
Sedangkan aktivitas itu terbagi menjadi dua, yaitu aktivitas internal dan
eksternal. Aktivitas internal merencanakan aktivitas eksternal. Ia timbul atas
dasar aktivitas eksternal, dan merealisasikan dirinya melalui aktivitas
eksternal.
3. Metode-metode
yang digunakan dalam penelitian hubungan manusia dengan lingkungannya adalah:
a. Hereditas terkendali dan lingkungan bervariasi
b. Lingkungan terkendali dan hereditas bervariasi
c. Studi kemiripan dalam keluarga
d. Studi sejarah keluarga
No comments:
Post a Comment