BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Manusia merupakan makhluk yang unik yakni dapat sebagai
makhluk individu maupun makhluk sosial. Dalam kehidupan bermasyarakat manusia
pasti membutuhkan orang lain untuk memenuhi kebutuhannya. Kebutuhan yang
dimaksud tidak hanya kebutuhan pokok seperti sandang, papan dan pangan.
Kebutuhan ini juga mencakup kebutuhan spiritual, dalam hal ini adalah agama.
Suatu manusia yang telah memiliki agama, maka ia akan
membentuk atau mengikuti organisasi agama tertentu yang dianutnya. Ekspresi
sosial dari ajaran serta kepercayaan agama dihidupkan dan dipelihara oleh
adanya organisasi keagamaan. Tidak ada satu agamapun yang dapat hidup terus
tanpa organisasi keagamaan. Benar seseorang dapat menciptakan gagasan religious
dan mengubah ritual yang kuno secara individual, tetapi ia dipengaruhi dan
mempengaruhi yang lain melalui organisasi keagamaan. Keberadaan organisasi
keagamaan kadang-kadang tidak disadari oleh para anggotanya, karena lahir dan bereksistensi
secara alamiah dengan simultan dengan kebutuhan masyarakat.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep
organisasi agama secara umum?
2. Bagaimana peran
organisasi Islam Muhammadiyah sebagai organisasi agama?
C. Tujuan Penulisan
1. Mampu menjelaskan
konsep organisasi agama secara umum.
2. Mampu menjelaskan
organisasi Islam Muhammadiyah sebagai organisasi agama.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Konsep Organisasi Agama
Masyarakat sederhana biasanya tidak memiliki organisasi
agama secara terpisah. Kelompok agama juga dapat disebut sebagai komunitas.
Fenomena keagamaan terjalin dalam berbagai kegiatan, mulai dari kehidupan
keluarga sampai bidang-bidang sosioekonomi. Dalam masyarakat-masyarakat yang
kompleks organisasi agama diperlukan demi terselenggaranya pertemuan,
pengajaran, ritual dan untuk menjalin hubungan antar anggota secara internal
maupun antar kelompok dalam masyarakat. Organisasi kegamaan yang formal umumnya
baru dijumpai pada masyarakat yang telah berkembang diferensiasi, spesialisasi
dan stratifikasi sosialnya. Kehadiran organisasi keagamaan yang khusus seperti
itu sebagai konsensi dan meningkatnya spesifikasi dan pembagaian kerja sebagai
atribut masyarakat.
Tipe hubungan antara diferensiasi agama dengan organisasi
keagamaan (Ronald Roberston):
1. Tipe 1 adalah hubungan
agama dengan masyarakat luas, terdapat di bagian dunia industry. Agama secara
organisasi terpisah dari kehidupan ekonomi, politik dan pendidikan. Pada
masyarakat ini, pembagian kerja dan spesialisasi telah berkembang secara
lanjut.
2. Tipe 2 adalah secara
historis sering terdapat di kerajaan yang menganut agama negara, dan system
birokratis sentral seperti Mesir yang mempunyai kecenderungan melaksanakan
teokrasi secara ketat. Agama terorganisir pada tingkat pemerintahan difusikan
dalam kehidupan politik, ekonomi, pendidikan dan kegiatan lain. Hal itu juga
terdapat pada masyarakat Roma Katolik apda jaman modern seperti di daerah
Portugal dan Spanyol. Demikian pula beberapa masyarakat muslim, memperlihatkan
tipe ini. Masyarakat muslim umumnya cenderung diorganisir relative tidak
memisahkan kegiatan agama dan non-agama.
3. Tipe 3, relative
jarang, contohnya adalah kelompok pengikut sekte agama di Amerika Serikat yang
terpisah dari suasana aktivitas yan terorganisir, hanya menyebarkan literature
agama dan sewaktu-waktu berkumpul.
4. Tipe 4 terdapat di
masyarakat primitif, dimana diantara kegiatan agama dan kegiatan lainnya erat
hubungannya. Agama tidak terpisah dari kegiatan lainnya. Tetapi tidak ada
organisasi keagamaan yang khusus, terpisah.
B. Sejarah muhamadiyah
Muhammadiyah didirikan di Kampung Kauman Yogyakarta, pada
tanggal 8 Dzulhijjah 1330 H/18 Nopember 1912 oleh seorang yang bernama Muhammad
Darwis, kemudian dikenal dengan KHA Dahlan .
Beliau adalah pegawai kesultanan Kraton Yogyakarta sebagai
seorang Khatib dan sebagai pedagang. Melihat keadaan ummat Islam pada waktu itu
dalam keadaan jumud, beku dan penuh dengan amalan-amalan yang bersifat mistik,
beliau tergerak hatinya untuk mengajak mereka kembali kepada ajaran Islam yang
sebenarnya berdasarkan Qur`an dan Hadist. Oleh karena itu beliau memberikan
pengertian keagamaan dirumahnya ditengah kesibukannya sebagai Khatib dan para
pedagang.
Mula-mula ajaran ini ditolak, namun berkat ketekunan dan
kesabarannya, akhirnya mendapat sambutan dari keluarga dan teman dekatnya.
Profesinya sebagai pedagang sangat mendukung ajakan beliau, sehingga dalam
waktu singkat ajakannya menyebar ke luar kampung Kauman bahkan sampai ke luar
daerah dan ke luar pulau Jawa. Untuk mengorganisir kegiatan tersebut maka
didirikan Persyarikatan Muhammadiyah. Dan kini Muhammadiyah telah ada diseluruh
pelosok tanah air.
Disamping memberikan pelajaran/pengetahuannya kepada
laki-laki, beliau juga memberi pelajaran kepada kaum Ibu muda dalam forum
pengajian yang disebut "Sidratul Muntaha". Pada siang hari pelajaran
untuk anak-anak laki-laki dan perempuan. Pada malam hari untuk anak-anak yang
telah dewasa.
KH A Dahlan memimpin Muhammadiyah dari tahun 1912 hingga
tahun 1922 dimana saat itu masih menggunakan sistem permusyawaratan rapat
tahunan. Pada rapat tahun ke 11, Pemimpin Muhammadiyah dipegang oleh KH Ibrahim
yang kemudian memegang Muhammadiyah hingga tahun 1934.Rapat Tahunan itu sendiri
kemudian berubah menjadi Konggres Tahunan pada tahun 1926 yang di kemudian hari
berubah menjadi Muktamar tiga tahunan dan seperti saat ini Menjadi Muktamar 5
tahunan.
Adapun faktor-faktor yang menjadi pendorong lahirnya
Muhammadiyah ialah antara lain:
Umat Islam tidak memegang teguh tuntunan Al-Quran dan Sunnah
Nabi, sehingga menyebabkan merajalelanya syirik, bid’ah, dan khurafat, yang
mengakibatkan umat Islam tidak merupakan golongan yang terhormat dalam
masyarakat, demikian pula agama Islam tidak memancarkan sinar kemurniannya lagi;
Ketiadaan persatuan dan kesatuan di antara umat Islam,
akibat dari tidak tegaknya ukhuwah Islamiyah serta ketiadaan suatu organisasi
yang kuat;
Kegagalan dari sebagian lembaga-lembaga pendidikan Islam
dalam memprodusir kader-kader Islam, karena tidak lagi dapat memenuhi tuntutan
zaman;
Umat Islam kebanyakan hidup dalam alam fanatisme yang
sempit, bertaklid buta serta berpikir secara dogmatis, berada dalam
konservatisme, formalisme, dan tradisionalisme;
Karena keinsyafan akan bahaya yang mengancam kehidupan dan
pengaruh agama Islam, serta berhubung dengan kegiatan misi dan zending Kristen
di Indonesia yang semakin menanamkan pengaruhnya di kalangan rakyat (Junus
Salam, 1968: 33).
Karena itu, jika disimpulkan, bahwa berdirinya Muhammadiyah
adalah karena alasan-alasan dan tujuan-tujuan sebagai berikut:
1. Membersihkan Islam di Indonesia dari pengaruh dan
kebiasaan yang bukan Islam;
2. Reformulasi doktrin Islam dengan pandangan alam
pikiran modern;
3. Reformulasi ajaran dan pendidikan Islam; dan
4. Mempertahankan Islam dari pengaruh dan serangan luar
(H.A. Mukti Ali, dalam Sujarwanto & Haedar Nashir, 1990: 332).
C. Muhammadiyah Sebagai Organisasi
Keagamaan
Berawal dari pancasila sebagai dasar negara Republik
indonesia dijadikan sebagai pedoman rakyat indonesia dalam berperilaku dalam
kehidupan masyarakat. Pancasila bukanlah suatu agama dan tidak mungkin
menggantikan adanya suatu agama. Namun dalam implmentasinya apabila sesorang
penganut agama yang taat maka mereka juga merupakan pengamal pancasila yang
baik. Hal ini dilihat dari setiap butir – butir sila yang terkandung
didalamnya. Berdasarkan pidato presiden 1983 yang berisi “ sebab perlu disi
undang-undang dalam rangka memantapkan dan menata organisasi-organisasi
kemayarakatan itu, sekaligus sebagai pelaksanaan kebebasan berserikat dalam
berkumpul dijamin oleh UUD pasal 28 ( masih berupa RUU organisasi
kemasyarakatan ). Organisasi-organisasi yang dimaksud dengan organisasi
kemasyarakatan antara lain organisasi politik, organisasi sossial, lembaga
pendidikan atau kebudayaan, serta organisasi keagamaan ( contoh muhammadiyah,
NU, Washliyah, HKBP, dan lain-lain ).
Organisasi keagamaan muhammadiyah mereka telah dan akan
mengamalkan pancasila itu secara utuh. Muhammadiyah berkeyakinan bahwa
sila-sila pencasila tersebut merupakan unsur-unsur yang ada dalam agama islam.
Dengan demikian makin subur dan kuat muhammadiyah makin besar pula andilnya
dalam menjamin kelestarian pancasila. Adapun motto dari Muhammadiyah yaitu
sedikit berbicara banyak banyak bekerja, tidak biasa mengeluarkan pendapat
apabila itu diyakininya tidak bermanfaat. Tradisi yang berkembang diluar jalur
non formal yang pertama adalah gerakan dari bawah ( anggota ) berkat
kesadarannya untuk bersama, kedua kegiatan-kegiatan yang dilakukan
untuk melakukan kebijakan-kebijakan pemerintah. Kegiatan gerakan bawah
diantaranya anggota muhammadiyah dengan berujud amal jariyah untuk kepentingan
dakwah islam, dengan ikhlas dan tanpa diminta menghibahkan tanah miliknya untuk
dibuat sekolah, pesantren, rumah sakit dan lain-lain. Disisi lain muhammadiyah
merupakan konglomerat dari banyak “ badan usaha” seperti rumah sakit,
polikinik, perguruan tinggi, sekolah, dan lain-lain. Dan dalam perkembangannya
juga tidak lepas dari campur tangan atau pembinaan dri lembaga pemerintahan.
Organisasi kegamaan muhammadiyah yang semula merupakan
pengajian yang dipimpin langsung oleh KH. Ahmad dahlan. Pengajian tersebut
tempat orang-orang yang memiliki pikiran maju terhadap keingintahuannya
terhadap ilmu pengetahuan agama islam. Keinginan mereka untuk membentuk
muhammadiyah sebagai organisasi modern, baru datang kemudian setelah KH Ahmad
dahlan mempertimbangkan usul dari murid-muridnya. Dalam setiap organiasasi
pastinya memiliki ambisi untuk espansi, sama halnya dengan muhammadiyah yang awalnya
hanya melakukan pengajian berubah sebagai organisasi yang cepat meluas
kedaerah-daerah lain. Daerah sumatera merupakan slah salah satu persiapan yang
dianggap penting karena mengganti bahasa pengantar jawa menjadi bahasa
indonesia, jauh sebelum supah pemuda 1928. Namun dalam pembentukan majelis
Tajrih kita melihat fenomena yang berbeda, yaitu dibentuk pada tahun 1938
dimaksudkan untuk menghimpun para ahli agama dalam muhammadiyah yang paling
kuat dalam menentukan dalil yang pasti dan pendapat hukum yang menjadi pendapat
resmi muhammadiyah. Keputusan dari majelis tajrim dianggap sebagai hasil final
dalam setiap keputusan atau penentuan organisasi, hal ini membawa dampak
negatif terhadap anggota lain yaitu menutup pendapat mereka dan
cenderung memberikan semua masalah agama kepada mereka dan mereka yang
memutuskannya, sehingga penelitian diluar tajrim tersebut tidak berkembang atau
statis.
Langkah – langkah yang perlu diambil oleh muhammadiyah dalam
mengefektifkan organisasi organisasinya berdasarkan budaya dasar muhammadiyah
itu sendiri, sebgai berikut :
1. Kebersamaan
berdasarkan konsep ‘ummah’
maksudnya adalah sudah saatnya muhammadiyah
bersungguh-sungguh dalam makna Ummah yaitu dalam pembinaan keorganisasian.
Konsep ummah ini dapat digunakan dalam mengenbangkan unit-unit pimpinan dan
pengurus muhammadiyah itu sendiri. Dan dijadikan sebagai pembatas konsep
egosentrisme dan dominasi dlam suatu organisasi.
2. Pengambilan keputusan
berdasarkan konsep musyawarah
Musyawarah merupakan salah satu instisusi penting dalam
agama islam, juga di Muhammadiyah. Namun pada kenyataannya justru dijadikan
sebagai area konflik , oleh karena itu seharusnya muhammadiyah perlu
mempelajari konsep musyawarah yang mengacu pada nilai-nilai islam , serta
tradisi yang berkembang diagama islam.
3. Pengumpulan dana
berdasarkan konsep AL-amwal fil islam
Konsep ini disusun oleh majelis tarjih yang berisi
kebersamaan, musyawarah dan penghimpunan dana.
D. Hubungan Organisasi Muhammadiyah
dan Organisasi Lain
Di Indonesia, berbagai organisasi keagamaan Islam pun masih
lekat dengan tradisi fiqh Islam. Organisasi-organisasi keagamaan memiliki
lembaga untuk mengkaji masalah hukum Islam (fiqh), seperti Nahdlatul Ulama
memiliki lembaga Bahts al-Masail dan Muhammadiyah memiliki lembaga
Majelis Tarjih . Kedua lembaga tersebut mewakili organisasi keagamaan terbesar
di Indonesia dan kelompokm Islam moderat.
Kedua tradisi tersebut memiliki akar yang memungkinkan
mereka mengalami dilema dalam membangun hubungan antaragama. Nahdlatul Ulama
dalam hal fiqh berpijak kepada otoritas madhhab dan kitab-kitab yang mu‘tamad
(kitab otoritatif). Kitab-kitab tersebut disusun ketika umat Islam menjadi
mayoritas dan sebagian masih menggunakan pandangan dunia bipolar antara dâr
al-Islâm dan dâr al-harb. Di sisi lain, Islam tradisionalis, khususnya NU, saat
ini mengambil jalan yang moderat dalam hubungan antarumat beragama. Munculnya
sosok Abdurrahman Wahid membuat wacana perlindungan terhadap minoritas bahkan
semakin menguat di kalangan warga NU. Islam modernis, khususnya Muhammadiyah,
memiliki sejarah kelahiran yang terkait dengan respon terhadap kekuatan
nonmuslim. Lembaga-lembaga amal usaha Muhammadiyah pun pada awalnya
dibentuk sebagai imbangan terhadap lembaga pendidikan dan lembaga sosial yang
dikembangkan oleh umat agama lain. Perhatian terhadap Kristenisasi juga menjadi
perhatian bagi para anggota Muhamadiyah. Di sisi lain, saat ini Muhammadiyah
menempatkan diri dan dipandang sebagai organisasi Islam yang moderat.
Kedua lembaga tersebut memiliki kesamaan bahwa legitimasi
agama dapat diperoleh melalui keputusan lembaga fatwa yang dimiliki oleh
masing-masing. Dengan demikian, sikap mengenai hubungan antarumat beragama pun
tidak bisa dilepaskan dari legitimasi syariat, dimana lembaga-lembaga fatwa menjadi
pilarnya. Meskipun di kalangan Nahdliyyin, pendapat seorang kiai terkadang
lebih dihormati dibandingkan hasil keputusan Bahtsul Masail, tetapi secara
kelembagaan Lajnah Bahtsul Masail adalah lembaga resmi yang memiliki hak
mengeluarkan keputusan hukum di kalangan anggota organisasi NU. Hal yang sama
terjadi pula di kalangan warga Muhammadiyah.
Pandangan kedua lembaga keagamaan tersebut menjadi barometer
mengenai sikap masyarakat muslim di Indonesia terhadap hubungan antarumat
beragama. Persoalannya adalah bagaimana mereka bisa menjembatani dilema yang
mungkin lahir dari buku referensi keagamaan dan konteks kelahiran dengan
tuntutan untuk membangun kerjasama antarumat beragama dalam konteks negara
kesatuan Republik Indonesia. Pandangan dan sikap lembaga-lembaga pemberi fatwa
di organisasi-organisasi keagamaan, yaitu Lajnah Bahtsul Masail NU dan Majelis
Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah.
Pandangan resmi Majelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah Jawa
Tengah terhadap hubungan antarmat beragama dilandasi oleh demarkasi yang jelas
antara wilayah akidah-ibadah dengan wilayah hubungan sosial atau muamalah.
Wilayah akidah-ibadah adalah wilayah yang tidak dapat dinegosiasikan untuk
tujuan toleransi beragama, sementara itu wilayah muamalah adalah wiyalah dimana
hubungan antarumat beragama terbuka untuk dijalin. Sementara itu, bagi Lembaga
Bahtsul Masail Syuriah NU Jawa Tengah, isu utama hubungan antarumat beragama
tersebut adalah bagaimana menentukan status hukum berdasarkan relasi antara dua
kelompok yang berbeda, yaitu muslim dan kâfir (nonmuslim), berdasarkan
pandangan-pandangan otoritatif madhhab hukum. Batas antara akidah-ibadah tidak
menjadi penekanan utama, tetapi batas identitas keagamaan itulah yang menjadi
pijakan utamanya berdasarkan keabsahannya menurut fiqh; dan Pola relasi
antarumat beragama dalam keputusan Majelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah dan
Lembaga Bahtsul Masail NU Jawa Tengah pada umumnya dilandasi oleh pandangan
dunia identitas, dimana semangat persaingan keagamaan masih cukup kuat.
Pandangan dunia tersebut didasari atas konteks sosial dimana ada kekhawatiran
yang besar akan pengaruh dari agama lain terhadap umat Islam. kekhawatiran
itulah yang melahirkan fatwa-fatwa hukum yang eksklusif, seperti dalam kasus
perayaan hari Natal Bersama dan mengucapkan selamat hari Natal. Kedua isu
tersebut bersifat nasional dan selaras dengan sikap yang diambil oleh MUI.
Jadi, penegasan identitas menjadi karakter khas keputusan hukum yang diambil
oleh MTT Muhammadiyah dan LBM NU.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Organisasi agama terbentuk atas dasar sifat unik manusia
yang sosial. Organisasi agama terjalin dalam berbagai kegiatan mulai dari
kehidupan keluarga sampai dengan bidang sosio-ekonomi. Pada masyarakat yang
kompleks organisasi agama diperlukan untuk menyelenggarakan pertemuan,
pengajaran, ritual dan menjalin hubungan antar anggota organisasi tersebut.
Dalam makalah ini kami mengambil organisasi Muhammadiyah
sebagai obyek kajian. Organisasi Muhaammadiyah didirikan oleh KHA Dahlan tahun
1912 dengan latar belakang masyarakat Jawa Islam melakukan ritual mistis,
sehingga ia ingin mengajak masyarakat ke ajaran Al-Quran dan Al-Hadist. Untuk
itu maka dibentukklah Muhammadiyah untuk mengorganisir anggotanya yang sampai
sekarang sudah tersebar di seluruh Indonesia.
Organisasi Muhammadiyah sebagai organisasi agama berpedoman
pada Pancasila sebagai dasar Negara. Selain itu berdasarkan pidato Presiden
1983 menjelaskan sebagai pelaksanaan kebebasan berserikat dan berkumpul dijamin
oleh UUD pasal 28 (berupa RUU organisasi kemasyarakatan). Organisasi ini
memiliki tradisi dijalur nonformal yaitu gerakan dari bawah berat kesadaran
untuk bersama, dan kegiatan-kegiatan yang dilakukan untuk melakukan kebijakan
Pemerintah.
Dalam perjalanannya, Muhammadiyah melakukan hubungan dengan
organisasi lain, misal pada kerjasama tertentu. Muhammadiyah, memiliki sejarah
kelahiran yang terkait dengan respon terhadap kekuatan nonmuslim.
Lembaga-lembaga amal usaha Muhammadiyah pun pada awalnya dibentuk sebagai
imbangan terhadap lembaga pendidikan dan lembaga sosial yang dikembangkan oleh
umat agama lain. Perhatian terhadap Kristenisasi juga menjadi perhatian bagi
para anggota Muhamadiyah. Di sisi lain, saat ini Muhammadiyah menempatkan diri
dan dipandang sebagai organisasi Islam yang moderat.
No comments:
Post a Comment